Wahyoeni ✓ Seorang Muslimah yang gemar ✓ Menulis dan ✓ Kuliner. Senang mencoba dan berbagi suatu pengalaman baru ❤.

Hukum-Hukum Haji

Simak ulasan tentang √ hukum-hukum ibadah haji mulai dari yang wajib, sunnah, makruh, haram dan √ anjuran menyegerakan ibadah haji.


Ibadah Haji

Sebagaimana yang sudah menjadi rukun dari rukun islam yang ke-5, bahwa umat muslim memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan ibadah haji.

Hukum-Hukum-Haji

Karena ibadah haji adalah rukun islam, maka setiap umat muslim yang mengingkari keberadaan ibadah ini sama saja dengan mengingkari agama Islam.

Allah berfirman dalam Al Quran surah Ali Imran ayat 97 :

وَ لِلّٰہِ عَلَی النَّاسِ حِجُّ الۡبَیۡتِ مَنِ اسۡتَطَاعَ اِلَیۡہِ سَبِیۡلًا ؕ وَ مَنۡ کَفَرَ فَاِنَّ اللّٰہَ غَنِیٌّ عَنِ الۡعٰلَمِیۡنَ

Artinya:

“Mengerjakan ibadah haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Siapa mengingkari, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dari semesta alam.” (QS. Ali Imran ayat 97)

Apalagi ditambah dengan ungkapan pada bagian akhir ayat, yaitu kalimat “siapa yang mengingkari”. Jelas sekali penegasan Allah dalam kalimat itu bahwa haji adalah kewajiban dan menentang kewajiban haji ini menjadi kafir.

Seluruh ulama sepanjang zaman sepakat bahwa ibadah haji hukumnya fardu ain buat setiap muslim yang telah memenuhi syarat wajib.

Namun selain fardhu ain ada beberapa hukum haji yang perlu Anda pahami dan ketahui.

Pada kesempatan ini wisatanabawi akan mengulas tentang hukum-hukum haji. Simak ulasannya berikut ini.

Hukum Haji

Pada dasarnya ibadah haji hukumnya fardu ain bagi tiap muslim, minimal dikerjakan sekali dalam seumur hidupnya.

Kewajiban ini berlaku terhitung sejak seseorang dianggap telah memenuhi syarat wajib haji, yaitu beragama Islam, sudah balig, berakal, merdeka, dan berkemampuan atau istitha’ah.

Bila salah satu dari syarat haji di atas tidak atau belum terpenuhi, tentu hukumnya tidak wajib.

Misalnya seorang yang belum balig, ibadah haji baginya tidak menjadi kewajiban. Demikian juga bila ada seorang yang tidak waras, maka tidak ada kewajiban haji atasnya.

Hukum Haji sendiri terdapat 4, yaitu :

  1. Ibadah Haji Wajib
  2. Ibadah Haji Sunnah
  3. Ibadah Haji Makruh
  4. Ibadah Haji Haram

Simak penjelasan dari masing-masing hukum haji berikut ini.

1. Ibadah Haji yang Hukumnya Wajib

Ibadah haji yang hukumnya wajib bukan hanya terbatas pada haji yang dilakukan untuk pertama kali, tetapi juga ada haji karena nazar, qadha, atau karena murtad dan kembali lagi masuk Islam.

a. Haji Islam

Seorang yang cukup syarat dan belum pernah pergi haji sejak balig, maka dia wajib untuk pertama kalinya melaksanakan ibadah haji. Kewajiban haji ini berlaku bagi yang sudah balig, mampu dan memenuhi syarat wajib haji.

Ibadah haji yang seperti ini oleh banyak ulama sering disebut dengan istilah Haji Islam. Maksudnya, ibadah haji yang diwajibkan dalam rukun Islam.

b. Nazar

Ibadah haji yang kedua dan selanjutnya hukumnya tentu sunnah dan bukan lagi kewajiban.

Namun bila seseorang bernazar untuk pergi haji, lalu apa yang menjadi permintaannya kepada Allah dikabulkan, maka meski dia sudah pernah pergi haji, tetap saja dia wajib melaksanakannya kembali.

Karena secara subjektif, ibadah haji yang dinazarkan itu berubah hukumnya dari sunah menjadi wajib, khusus untuk dirinya.

Dasarnya adalah firman Allah yang mewajibkan tiap orang yang bernazar untuk menunaikan utangnya.

Allah berfirman dalam Al Quran surah Al Hajj Ayat 29:

ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ

Artinya :

“Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran pada badan mereka dan hendaklah mereka  menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” (QS. Al-Hajj ayat 29).

c. Qadha

Jemaah haji yang tidak melakukan wukuf di Arafah pada tanggal 9 Zulhijah karena satu dan lain hal. Maka diwajibkan untuk mengulang lagi hajinya tahun depan, meskipun dia sudah pernah pergi haji sebelumnya.

d. Murtad

Dalam pandangan Mazhab Al-Malikiyah, seorang yang sudah pernah mengerjakan haji wajib, kemudian murtad atau keluar dari agama Islam. Bila dia kembali lagi memeluk agama Islam, maka dia wajib berhaji lagi.

Hal itu lantaran kekafirannya telah menghapus amal-amalnya yang pernah dikerjakan, termasuk ibadah haji.

Sesuai firman Allah dalam Al Quran surah Al Baqarah ayat 217 :

وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۖ وَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Artinya :

“Barang siapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al Baqarah ayat 217).

Juga pada Al-Quran surah Az-Zumar ayat 65 :

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Artinya :

Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Az-Zumar ayat 65).

Namun Mazhab Asy-Syafi’iyah memandang bahwa orang yang murtad tapi kembali lagi masuk Islam, haji yang pernah dikerjakannya tidak terhapus dan tidak hilang. Orang itu tidak perlu mengulang haji.

2. Ibadah Haji yang Hukumnya Sunnah

Ibadah haji yang hukumnya sunah antara lain adalah haji yang dikerjaan untuk kedua kalinya, atau ibadah haji yang dikerjakan oleh anak yang belum balig tapi sudah mumayyiz.

a. Haji yang Kedua dan Seterusnya

Seorang yang pernah mengerjakan haji Islam, maka kalua dia berangkat haji lagi di tahun-tahun berikutnya, hokum haji baginya adalah haji sunah.

Sebab perintah untuk mengerjakan ibadah haji pada dasarnya hanya sekali saja seumur hidup, sebagaimana disebutkan di dalam hadits berikut ini.

“Wahai manusia, sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas kalianibadah haji, maka berangkatlah menunaikan ibadah haji.

Seseorang bertanya, “Apakah tiap tahun ya Rasulullah?”

Beliau pun diam, sampai orang itu bertanya lagi hingga tiga kali. Akhirnya beliau menjawab, “Seandainya Aku bilang “ya”, pastilah kalian tidak mampu.” (HR.Muslim)

b. Belum Balig

Seorang anak kecil yang belum balig, apabila mengerjakan semua ritual Ibadah haji dengan lengkap, maka hukumnya menjadi ibadah sunah bagi dirinya.

Dan karena hanya menjadi ibadah haji yang hukumnya sunah, apabila suatu hari dia mencapai usia balig, maka tetap ada kewajiban untuk berangkat haji lagi, yang hukumnya wajib atas dirinya.

3. Ibadah Haji yang Hukumnya Makruh

Selain haji yang hukumnya wajib dan sunnah, juga ada haji yang hukumnya makruh.

Misalnya haji yang dilakukan berulang-ulang dengan menghabiskan banyak biaya, sementara orang-orang di sekelilingnya mati kelaparan.

Perbuatan ini meski judulnya mengerjakan ibadah haji, tetapi hukumnya dimakruhkan oleh banyak ulama. Demikian juga wanita yang pergi haji tanpa izin suaminya.

Bila suaminya tidak mengizinkan, tapi nekat pergi haji juga, hukumnya dimakruhkan oleh para ulama, bahkan sebagian mengharamkannya.

a. Berulang-Ulang Buang Harta

Pada dasarnya berhaji yang kedua dan seterusnya termasuk haji yang hukumnya sunnah. Namun kesunahan ini bisa berbalik menjadi makruh hukumnya dalam kasus-kasus tertentu secara subjektif.

Misalnya bila seseorang bertempay tinggal di daerah yang terbelakang, miskin, kumuh dan sangat membutuhkan bantuan secara finansial.

Tetapi dia enggan memberi sebagian hartanya kepada mereka, karena uangnya digunakan untuk berangkat haji ke tanah suci setiap tahun. Maka dalam hal ini hukum hajinya makruh atau kurang disukai.

Mengapa hukum hajinya jadi makruh?

Karena dia lebih mementingkan ibadah yang hanya untuk dirinya sendiri padahal hukumnya sunnah. Sementara memberi makan orang yang lapar di sekelilingnya hukumnya bukan sunnah melainkan wajib.

Kaidahnya, bila ada kewajiban yang terbilang untuk dikerjakan hanya karena mengejar amal yang hokum dasarnya sunah, maka ibadah sunah itu berubah menjadi makruh bahkan haram.

“Kewajiban yang tidak bisa ditunaikan karena suatu perkara, maka perkara itu hukumnya ikut menjadi wajib.”

Simak dan baca : Jasa Umroh Murah

b. Wanita Tanpa Izin Suami

Termasuk hukumnya makruh adalah bila seorang wanita berangkat ke tanah suci tanpa izin suaminya, atau anak kecil tanpa izin dari orangtuannya.

Karena sebagai wanita sholehah sudah seharusnya taat dengan suaminya. Termasuk ketika mau pergi meninggalkan rumah untuk beberapa lama dalam hal ini ketika menunaikan ibadah haji.

4. Ibadah Haji yang Hukumnya Haram

Terakhir adalah ibadah haji yang hukumnya haram. Maksudnya adalah haram dalam mengerjakan ibadah haji.

Namun bila semua syarat dan rukun haji dipenuhi, ibadah haji itu dianggap sah dan sudah menggugurkan kewajiban haji.

Adapun penyebab haramnya antara lain karena menggunakan harta yang haram atau harta yang bukan haknya tanpa seizin yang punya.

Uang haram itu macam-macam cara mendapatkannya, biasa uang hasil merampok, menipu, mencuri, membungakan uang, korupsi, suap, hasil mark-up anggaran, atau menyunat anggaran hingga hasil haram dari berbagai proyek siluman.

Demikian juga pejabat yang menggelapkan uang rakyat, bila harta itu kemudian digunakan untuk membiayai haji bagi diri, keluarga, serta koleganya, maka haji mereka hukumnya juga haram.

Namun dalam ilmu fikih disebutkan meski hukumnya haram, tetap saja bila ibadah haji itu dikerjakan lengkap dengan semua syarat dan rukunnya.

Hukum ibadah hajinya tetap sah, dan secara hukum, kewajiban menjalankan ibadah haji sudah gugur. Tetapi ada beberapa konsekuensi bila berhaji dengan uang haram, antara lain :

a. Tidak Mendapat Ampunan Allah

Orang yang berhaji dengan uang haram, maka hajinya tidak mendapatkan ampunan dari Allah Swt. Padahal salah satu keutamaan ibadah haji adalah mendapatkan ampunan dari Allah.

Bahkan orang yang pergi haji dijanjikan akan diampuni dosanya seperti layaknya bayi yang baru lahir ke dunia. Tetapi janji ini tidak berlaku buat mereka yang berhaji dengan uang haram.

b. Tidak Mendapat Surga

Orang yang berangkat haji dengan uang haram, maka tidak akan dibanggakan oleh Allah di depan malaikatnya.

Sebab orang yang Allah banggakan di depan para malaikat itu hanyalah mereka yang bersih dari dosa atau tidak punya tanggungan dosa.

Meski mereka ada di Padang Arafah, tetapi uang yang dipakai untuk biaya haji adalah uang haram, hajinya jadi tidak mendatangkan kebanggaan apa-apa.

d. Doanya Tidak Akan Diterima Allah

Orang yang berangkat haji dengan uang haram, maka tidak akan dibanggakan oleh Allah di depan malaikatnya.

Sebab Allah tidak akan menerima permintaan dari mulut yang makan uang haram. Sebagaimana kisah dari Nabi Muhammad tentang orang yang berdoa tapi makanannya haram, pakaiannya haram.

Padahal hari-hari selama haji itu sebenarnya tempat dan waktu yang paling tepat untuk berdoa, berzikir, dan memanjatkan permohonan. Tetapi gara-gara uangnya uang panas, semua akan jadi sia-sia.

e. Masuk Neraka

Orang yang berangkat haji dengan uang haram, maka jangan marah kalian nanti di akhirat masuk neraka. Sebab dosa makan harta haram itu akan terus abadi, sampai diganti atau dibebaskan.

Kalau tidak, maka uang yang tidak halal itu akan menjadi bahan bakar api neraka. Api itu akan menggosongkan kulit, daging, dan tulang mereka.

Dan kalau kulit mereka sudah gosong atau matang, maka Allah akan memberi kulit yang baru, sekadar agar mereka bisa terus menerus merasakan panas api neraka yang membakar kulit mereka.

Seperti firman Allah dalam Al Quran surah An Nisa Ayat 56 :

كُلَّمَا نَضِجَتْ جُلُودُهُمْ بَدَّلْنَاهُمْ جُلُودًا غَيْرَهَا لِيَذُوقُوا الْعَذَابَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَزِيزًا حَكِيمًا

Artinya :

“Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab.” (QS. An-Nisa ayat 56)

Jadi bukan berarti orang yang berangkat haji dengan yang haram bisa enak-enakan menikmatinya. Sebaliknya, justru dia rugi karena tidak mendapatkan apa-apa dari hajinya, kecuali sekadar sah dan gugur kewajiban.

Simak dan baca : Keutamaan Haji

Anjuran Menyegerakan Haji

Menyegerakan-Haji

Bila seseorang telah dapat memenuhi syarat kemampuan dalam arti dia punya uang untuk berangkat haji, tentu sangat diutamakan agar menyegerakan berangkat haji.

Namun muncul perbedaan pendapat di kalangan para ulama, mengenai hukum menyegerakan berangkat haji.

Wajib menyegerakan haji sehingga kalau tidak segera berangkat maka dia berdosa atau boleh menunda keberangkatan hajinya.

Para ulama berbeda pandangan tentang apakah sifat dari kewajiban harus segera dilaksanakan, ataukah boleh ditunda.

1. Harus Segera

Jumhur ulama di antaranya Mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, dan Al-Hanabilah menegaskan bahwa ibadah haji langsung wajib dikerjakan begitu seseorang dianggap telah memenuhi syarat wajib, tidak boleh ditunda-tunda.

Dalam istilah yang sering dipakai oleh para ulama, kewajiban yang sifatnya seperti ini disebut dengan al-wujubu ‘ala al-fauri.

Menunda berangkat haji padahal sudah mampu termasuk dosa yang harus dihindari menurut pendapat mereka. Dan bila pada akhirnya dilaksanakan, maka hukumnya menjadi haji qadha, namun dosanya menjadi terangkat.

Ada banyak dalil yang dikemukakan oleh mereka yang mewajibkan, antara lain :

a. Diancam Mati sebagai Yahudi

Orang yang punya harta dan mampu pergi haji, kalua dia menunda-nunda keberangkatannya, maka diancam kalua mati bisa mati sebagai Yahudi atau Nasrani. Hal itu didasarkan pada hadits berikut ini.

Rasulullah bersabda :

“Orang yang punya bekal dan kendaraan yang bisa membawanya melaksanakan ibadah haji ke Baitullah tapi dia tidak melaksanakannya, maka jangan menyesal kalua mati dalam keadaan Yahudi atau Nasrani.” (HR.Tirmizy),

b. Berjanjilah Sebelum Tidak Bisa Haji

Ada sebuah hadits yang dijadikan dasar oleh banyak ulama tentang kewajiban untuk menyegerakan ibadah haji begitu seseorang sudah mampu, dalam arti sudah memiliki harta yang cukup.

Rasulullah bersabda :

“Laksanakan ibadah haji sebelum kamu tidak bisa haji.” (HR.Al-Hakim dan Al-Baihaqi).

Keadaan tidak bisa haji bisa saja dengan sakit, kematian, atau tidak ada keamanan dalam perjalanan haji. Maka mumpung ada jalan, diwajibkan segera mengerjakannya.

c. Tidak Tahu Apa yang Akan Terjadi

Seorang yang sudah mampu dan punya kesempatan, wajib segera mengerjakan ibadah haji. Alasannya karena kita tidak pernah tahu apa yang terjadi kemudian.

Sebagaimana bunyi hadits berikut ini :

“Bersegeralah kamu mengerjakan haji yang fardu, karena kamu tidak tahu apa yang akan terjadi.” (HR.Ahmad).

Banyak orang yang kurang pandai memelihara kekayaan. Kecenderungan banyak orang akan segera menghabiskan hartanya, kalua tidak segera dipakai untuk sesuatu yang berarti.

Ada orang yang kalua punya harta di tangannya, terasa amat panas, jadi rasanya ingin segera membelanjakan. Dan kalua tidak segra berangkat haji, hartanya cepat menguap entah kemana.

Selain itu menurut pendapat ini, menunda pekerjaan yang memang sudah sanggup dilakukan adalah perbuatan terlarang, sebab khawatir nanti malah tidak mampu dikerjakan.

Simak dan baca : Travel Umroh Murah

2. Boleh Ditunda

Namun sebagian ulama lain menyebutkan bahwa kewajiban melaksanakan ibadah haji boleh diakhirkan atau ditunda pelaksanaannya sampai waktu tertentu, meski sesungguhnya telah terpenuhi semua syarat wajib.

Istilah lainnya yang juga sering dipakai untuk menyebutkan hal ini adalah al-wujubu’ala at-tarakhi.

Kalau segera dikerjakan hukumnya sunah dan lebih utama, sedangkan mengakhirkannya asalkan dengan azam (tekat kuat) untuk melaksanakan haji pada saat tertentu nanti, hukumnya oleh dan tidak berdosa.

Dan bila sangat tidak yakin apakah nanti masih bisa berangkat haji, entah karena takut hartanya hilang atau takut nanti terlanjur sakit dan sebagainya, maka menundanya haram.

Di antara yang berpendapat demikian adalah Mazhab As-Syafi’iyah serta Imam Muhammad bin Al-Hasan.
Dalil yang digunakan oleh pendapat ini bukan dalil sembarangan dalil, namun sebuah dalil yang sulit untuk ditolak.

a. Semua hadits di atas lemah

Meski hadits-hadits yang disodorkan para ulama pendukung kewajiban menyegerakan haji itu kelihatan sangat mengancam, namun jawaban para ulama yang mendukung mazhab ini tidak kalah kuatnya.

Mereka bilang bahwa semua hadits di atas itu tidak ada satu pun yang sahih. Semua hadits itu bermasalah, sebagiannya ada yang lemah dan sebagian lagi malah hadits palsu.

Maka kita tidak perlu repot dengan dalil-dalil yang nilai derajat haditsnya masih bermasalah. Karena hadits lemah apalagi palsu, jelas tidak bisa dijadikan sandaran dalam berdalil.

b. Praktik Rasulullah dan 124 ribu sahabat

Sementara di sisi lain justru Rasulullah sendiri yang mencontohkan dan juga diikuti oleh 124 ribu sahabat untuk menunda pelaksanaan ibadah haji.

Sekadar untuk diketahui, ayat tentang kewajiban melaksanakan ibadah sudah turun sejak tahun keenam Hijriah. Sedangkan beliau Bersama 124 ribu sahabat baru melakukannya di tahun kesepuluh Hijriah.

Sesuai dengan firman Allah dalam Al Quran surah Ali Imran ayat 97 :

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Artinya :

“Mengerjakan ibadah haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Siapa mengingkari, maka sesungguhnya Allah Mahakaya dari semesta alam.” (QS. Ali Imran ayat 97)

Itu berarti telah terjadi penundaan selama empat tahun, dan empat tahun itu bukan waktu yang pendek. Padahal Rasulullah sejak peristiwa Fathu Mekkah di tahun kedelapan Hijriah sudah sangat mampu untuk melaksanakannya.

Seandainya orang yang menunda ibadah haji itu berdosa bahkan diancam akan mati menjadi Yahudi atau Nasrani, tentu Rasulullah dan 124 ribu sahabat beliau adalah orang yang paling berdosa.

Dan harusnya mereka mati menjadi Yahudi atau Nasrani. Sebab mereka itu menjadi panutan umat Islam sepanjang jaman.

Namun karena haji bukan ibadah yang sifat kewajibannya fauri (harus segera dikerjakan), maka beliau mencontohkan langsung bagaimana haji memang boleh ditunda pelaksanaannya, bahkan sampai empat tahun lamanya.

Ibadah haji berbeda dengan ibadah umroh. Untuk perbedaan ibadah haji dan umroh silahkan simak artikelnya di perbedaan dan persamaan ibadah haji dan umroh.

Simak dan baca : Perbedaan Haji dan Umroh

Demikian ulasan tentang hukum-hukum haji yang perlu Anda pahami dan ketahui. Bagi yang sudah memenuhi syarat haji segerakanlah untuk menunaikan ibadah haji agar ibadah Anda lebih sempurna sebagai seorang muslim.

Wahyoeni ✓ Seorang Muslimah yang gemar ✓ Menulis dan ✓ Kuliner. Senang mencoba dan berbagi suatu pengalaman baru ❤.