Wahyoeni ✓ Seorang Muslimah yang gemar ✓ Menulis dan ✓ Kuliner. Senang mencoba dan berbagi suatu pengalaman baru ❤.

Hukum Asuransi Dalam Islam

Simak tentang √ pengertian dan hukum asuransi dalam islam, √ pandangan MUI tentang asuransi dan √ akad asuransi dalam islam berikut.


Asuransi

Kata Asuransi berasal dari bahasa Inggris yaitu insurance. Dalam bahasa Indonesia berarti pertanggungan.

Asuransi-Dalam-Islam

Seperti yang dikutip dari KBBI, bahwa pengertian asuransi adalah pertanggungan atau perjanjian antara dua pihak. Pihak kesatu berkewajiban untuk membayar iuran, sedangkan pihak kedua berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran.

Jika dikemudian hari terjadi sesuatu yang menimpa diri atau barang milik pihak kesatu, maka pihak kedua wajib membayar sesuai dengan perjanjian yang disepakati.

Jadi, dalam hal ini terdapat banyak hal yang dapat diasuransikan. Mulai dari kesehatan, benda atau jasa, serta beberapa kepentingan lainnya yang dapat rusak, rugi, hilang atau berkurang nilainya.

Asuransi sebenarnya sebagai penjaga jika terjadi sesuatu dikemudian hari. Karean Allah juga memerintahkan untuk mempersiapkan diri untuk hari depan (masa yang akan datang).

Allah berfirman dalam Al-Quran surat Al-Hasyr ayat 18:

يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَاقَدَّمَتْ لِغَدٍ، وَاتَّقُوا اللّهَ، إِنَّ اللّهَ خَبِيْرٌ بِمَاتَعْمَلُوْنَ

Artinya :

“Hai orang-orang yang beriman. Bertaqwalah engkau kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertaqwalah engkau kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr ayat 18).

Dari ayat diatas, kita sebagai umat islam juga dianjurkan untuk mempersiapkan untuk hari esok atau hari yang akan datang.

Di awal tahun 2020 ini, asuransi tidak kehilangan sinarnya dalam usahanya menawarkan perlindungan terhadap jiwa maupun harta.

Dengan melakukan pembayaran sejumlah dana dalam jangka waktu tertentu, Anda dapat mengajukan klaim. Klaim ini untuk meminta ganti rugi terhadap kerusakan maupun kehilangan barang atau jiwa yang diasuransikan.

Namun bagaimana pandangan islam dalam menangani masalah asuransi ini?

Sebagai agama yang kompleks di mana seluruh aspek kehidupan telah memiliki aturan yang wajib untuk ditaati. Islam juga menaruh perhatian khusus terhadap asuransi.

Pada kesempatan ini wisatanabawi akan merinci dengan lengkap mengenai tinjauan lengkap hukum asuransi dalam islam. Silahkan simak ulasannya berikut ini.

Hukum Asuransi dalam Islam

Hukum-Asuransi-Dalam-Islam

Sebagai masyarakat modern tentunya kita harus mengikuti perkembangan jaman agar tidak tertinggal, salah satunya adalah dengan munculnya asuransi. Asuransi hadir sebagai usaha back up atau perlindungan apabila terjadi hal buruk terjadi terhadap harta yang diasuransikan.

Tidak hanya harta benda, asuransi juga dapat mencakup mengenai masalah kesehatan dan keselamatan jiwa nasabahnya.

Contohnya:

Ketika Anda terdaftar dalam produk asuransi dari agen asuransi tertentu, Anda tidak perlu khawatir masalah biaya ketika berobat di rumah sakit. Hal tersebut dikarenakan seluruh biaya akan ditanggung oleh pihak asuransi.

Meskipun produk asuransi kini sudah menjamur, namun masyarakat Indonesia yang bersifat konservatif masih meragukan produk yang satu ini.

Tidak hanya itu, Indonesia sebagai Negara dengan pemeluk agama islam terbesar di dunia, tentunya juga ingin mendapatkan kepastian hukum islam agar tidak terjerumus ke dalam dosa.

Untuk menangani hal ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Dewan Syariah Nasional (DSN) turun tangan untuk mencoba menelisik hukum yang tepat untuk asuransi, apakah sesuai dengan hukum islam atau tidak.

Setelah berbagai pertimbangan dan musyawarah, akhirnya MUI dan DSN mengeluarkan fatwa MUI No.21/DSN-MUI/X/2001 yang mengatur tentang pedoman asuransi syariah.

Inti dari fatwa MUI tersebut adalah islam memperbolehkan dan tidak melarang asuransi untuk dijual dan diberlakukan di Indonesia.

Namun, harus memenuhi persyaratan di mana salah satunya adalah dana angsuran nasabah yang terkumpul harus dikelola sesuai dengan syariat islam.

Pandangan MUI Tentang Asuransi

Pandangan-MUI-Tentang-Asuransi

MUI sebagai majelis resmi Indonesia memberikan perhatian terhadap asuransi di Indonesia. Berikut adalah pandangan MUI tentang asuransi.

1. Sebagai Bentuk Perlindungan

Sebagai masyarakat yang modern, anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentu juga menyadari setiap risiko yang akan dihadapi.

Resiko itu seperti kerusakan maupun kehilangan barang yang diasuransikan. Selain itu, asuransi juga dianggap mampu memperingan masalah biaya berobat nasabah di rumah sakit.

Menyadari hal tersebut, MUI segera melakukan musyawarah dan mengeluarkan fatwa MUI No:21/DSN-MUI/X/2001.

Di dalamnya terdapat pernyataan :

“Dalam menyongsong masa depan dan upaya mengantisipasi kemungkinan terjadinya risiko dalam kehidupan ekonomi yang akan dihadapi, maka perlu dipersiapkan sejumlah dana sejak dini untuk menghadapi risiko ekonomi yang akan dihadapi.”

2. Unsur Tolong Menolong

Salah satu aspek yang menyebabkan MUI dan DSN membolehkan beroperasinya produk asuransi di Indonesia adalah terdapat kandungan tolong menolong di dalamnya.

Seperti yang kita ketahui, islam adalah agama yang dirahmati Allah yang didalamnya terdapat anjuran untuk saling tolong menolong antar sesama. Karena Allah memerintahkan umatnya untuk saling tolong menolong dalam kebaikan.

Allah berfirman dalam Al-Quran surat Al-Maidah ayat 2:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Artinya :

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, karena sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah ayat 2).

Berdasarkan fatwa MUI No:21/DSN-MUI/X/2001, asuransi syariah dianggap memiliki unsur tolong menolong.

Tolong menolong untuk beberapa pihak melalui investasi dalam bentuk asset atau tabarru’. Hal ini diatur dengan pengembalian digunakan untuk menghadapi risiko tertentu berdasarkan akad atau perjanjian yang sesuai dengan syariah islam.

3. Menjalankan Kebaikan

Selain tolong menolong, unsur lain yang membuat hukum asuransi dalam islam diperbolehkan adalah adanya unsur kebaikan di dalamnya.

Menurut MUI di dalam asuransi syariah terdapat akad tabarru’ yang artinya adalah kebaikan.

Agar produk asuransi dianggap memiliki akad tabarru’ di dalamnya, sejumlah dana premi yang telah terkumpul atau yang dinamakan hibah harus digunakan dalam hal kebaikan. Maksudnya yaitu klaim yang dibayarkan nantinya harus berdasarkan akad yang disepakati pada awal akad.

Selain itu, syariah islam juga mengatur masalah besaran premi yang akan dibayarkan nantinya. Di mana besaran premi tersebut didasarkan terhadap hal yang wajar dan tidak mengandung riba.

Contohnya, untuk asuransi jiwa, premi yang dibayarkan harus didasarkan pada table mortalia. Sedangkan untuk asuransi kesehatan, premi yang dibayarkan dapat mengacu pada table morbidita.

4. Berbagi Risiko dengan Orang Lain

Rasulullah bersabda:

مَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَاللهُ فِيْ عَوْنِ الْعَبْدِ مَادَامَ الْعَبْدُ فِيْ عَوْنِ أَخِيْهِ

Artinya :

“Barang siapa meringankan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan meringankan kesulitan darinya pada hari kiamat, dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya yang senang menolong saudaranya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

Dari hadist diatas, Rasulullah menganjurkan untuk saling meringankan kesulitan sesama umat muslim. Dan salah satu tujuan asuransi adalah untuk saling meringankan sesama.

Sebenarnya pandangan ataupun tinjauan berbagai risiko dengan orang lain ini serupa dengan unsur tolong menolong.

Kenapa demikian?

Pasalnya dalam asuransi risiko dan keuntungan yang diperoleh akan ditanggung secara adil dan rata terhadap seluruh nasabah yang terlibat dalam investasi asuransi.

Bagaimana maksudnya?

Apabila seorang nasabah menanggung risiko terjadinya kehilangan, kerusakan, ataupun musibah yang lain, maka ganti rugi atau klaim berasal dari angsurang atau tabungan dari nasabah yang lain.

Sebenarnya mengambil keuntungan dari perjualbelian asuransi ini tidak dianjurkan dalam islam, namun MUI tidak mau menutup mata dan tidak realistis dalam bidang bisnis.

Maka dari itu, para ulama menciptakan akad mudharabah.  Yaitu hasil investasi berupa premi dapat dibagikan kepada seluruh nasabah asuransi dan sebagian untuk perusahaan asuransi itu sendiri.

5. Menjalankan Muamalah

Satu lagi pandangan ulama mengenai hukum asuransi dalam islam yaitu merupakan bagian dari mualamah.

Apa yang dimaksud dengan muamalah?

Mualamah adalah bagian dari hukum islam yang mengatur tentang hubungan antar manusia, contohnya jual beli atau perdagangan.

Allah berfirman dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 275:

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

Artinya :

“Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah ayat 275).

Pendapat para ulama MUI yang menganggap asuransi termasuk ke dalam muamalah islam yaitu karena melibatkan hubungan manusia dalam hal keuangan atau tanggungan.

Meskipun demikian segala aspek yang mengatur tentang asuransi harus sesuai dengan syariat islam.

Baca juga : Sedekah

Akad Asuransi dalam Islam

Akad-Asuransi-Dalam-Islam

Salah satu yang menjadi acuan hukum asuransi dalam islam diperbolehkan adalah akad yang sesuai dengan syariat.

Akad yang dilakukan antara nasabah dan perusahaan asuransi tidak boleh memiliki unsur maysir (judi), gharar (penipuan), riba, risywah (suap), dan zhulm (aniaya).

Seperti Hadist berikut :

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ

Artinya :

“Rasulullah melarang jual beli yang mengandung gharar.” (HR. Muslim).

Untuk itu, niat yang harus terkandung dalam asuransi adalah tolong menolong dalam hal kebaikan.

Di dalam asuransi syariah terdapat tiga akad utama, yaitu:

1. Akad Tijarah

Akad tijarah adalah perjanjian yang melandasi segala hal yang berbau komersial dan keuntungan dalam berlangsungnya asuransi.

Maksud dari akad ini adalah mudharabah atau perusahaan asuransi maupun nasabah sama-sama akan mendapatkan keuntungan yang jumlahnya telah disepakati pada awal perjanjian.

2. Akad Tabarru’

Selain untuk kepentingan komersil dan bisnis, asuransi dalam islam harus mengandung akad tabarru’ (Kebaikan).

Akad tabarru’ ini dimaksudkan agar nasabah maupun perusahaan asuransi membangun aliansinya untuk tujuan kebaikan dan tolong menolong.

Maksud tolong-menolong dalam konteks asuransi yaitu dana premi yang terkumpul dari seluruh nasabah dialokasikan untuk nasabah yang sedang tertimpa musibah.

Bbegitupun sebaliknya ketika Anda mengalami musibah dan mengajukan klaim, maka dana yang diperoleh berasal dari dana premi nasabah lainnya.

3. Akad Wakalah Bil Ujrah

Akad terakhir yang wajib digunakan dalam asuransi adalah akad wakalah bil ujrah.

Melalui akad ini, nasabah memberikan kuasa secara penuh kepada perusahaan asuransi dengan sejumlah imbalan atau ujrah. Jadi di sini perusahaan asuransi murni bertindak sebagai wakil yang bertugas untuk mengelola dana .

Baca juga : Pengertian Zakat

Demikian ulasan tentang tinjauan lengkap hukum asuransi dalam islam. Bagi Anda yang mengikuti asuransi, silahkan dipahami tentang hukum asuransi ini.

Wahyoeni ✓ Seorang Muslimah yang gemar ✓ Menulis dan ✓ Kuliner. Senang mencoba dan berbagi suatu pengalaman baru ❤.

Syarat Sah Shalat

Wahyoeni
3 min read

Aplikasi Adzan Otomatis

Wahyoeni
3 min read

Wanita Sholehah

Wahyoeni
6 min read

Universitas Islam Indonesia

Wahyoeni
3 min read